Wednesday, February 3, 2010

yu performance art


Melakukan performance art, adalah perlawanan sepanjang masa. Nama saya Syarief Hidayat, lahir di Bandung, 28 Februari 1984. Perkenalan saya terhadap performance art berawal dari tahun 2003. Ketika saya duduk di bangku kuliah....inilah performance art...Kehadiran performance art di Indonesia bukanlah hal baru. Namun informasi tentang hal ini masih belum menjamah luas publik umum, pun publik seni. Sementara para pelakunya telah mengembangkan sayapnya hingga ke langit-langit seberang dan eksis di forum internasional ketimbang di negeri sendiri. Peristiwanya berlangsung sporadis, komunitasnya pun makin menjarah luas tak peduli kawasan, meski minim manajerial. Wacana khusus (buku-buku) tentang performance art masih dirindukan di sini. Pro dan kontra pun hadir di antara kehampaan informasi akurat mengenai sejarah, asal-usul dan keberadaannya hingga di Indonesia. Termasuk perbedaan pendapat atas definisi sekaligus istilahnya. Ada yang menyebutnya sebagai "seni rupa pertunjukan" atau "seni rupa langsung" karena beranggapan genre ini lahir semata-mata dari rancah seni rupa. Sementara sejarah membuktikan proses menuju kelahirannya justru dari ruang sastra dan performing art (seni pertunjukan). Masa ‘deviasi’ ini (1900an) diawali oleh keberadaan FT Marinetti dan Tristan Tzara dalam menggugah kesadaran citarasa estetika konvensional publik luas. Keduanya adalah penyair. Ide-ide mereka menjadi sumber inspirasi hingga beberapa dekade selanjutnya oleh para seniman di bawah kibaran bendera futurisme, ekspresionisme, dadaisme, situasionist, CoBrA, Fluxus, Bauhaus dan sebagainya. Dewasa ini, beberapa pengamat dan periset menyebut performance art sebagai "seni penampilan" atau juga "seni performa" berdasarkan runutan historikal berikut kaidah etimologi dan terminologi. Meski begitu, performance art tetap hidup. Sebagaimana seni di setiap masa memiliki nafas dan auranya masing-masing. Setiap genre muncul dari ketidakpuasan atas ketidakmapanan atau pun kemapanan yang berlangsung. Sebagaimana Van Gogh setelah Rembrandt, atau Debussy setelah Mozart, atau pop-art setelah klasik, hip-hop setelah Rock'nRoll, atau dangdut di antara orkes gambus, campursari setelah klenengan, begitu seterusnya. Performance Art telah melakukan migrasinya dari benua ke benua sejak awal. Kelahirannya di Barat tak bisa lepas dari campur tangan para seniman asal Timur. Tak hanya Marcel Duchamp, Yves Klein, Joseph Beuys dan John Cage (pengawal istilah dan bentuk 'happening') di Eropa dan Amerika Serikat, namun sebelumnya kelompok Gutai, Nam Jun Paik hingga Yoko Ono dari Korea dan Jepang mewakili Asia. Bersama tokoh-tokoh ini, aliran Dada dan Fluxus --yang ternyata tak pernah mati-- menjadi sumber inspirasi menuju genre baru berjuluk performance art. Keberadaannya ditahbiskan beberapa dekade di masa post-war (setelah perang dunia kedua), 1960an. Kini saya pun harus lebih melebarkan ke arah mana perfomance art yang saya geluti....ya..semoga saja kawan-kawan pun tidak sama dengan apa yang saya lakukan.